Five For Fighting ; Produk Relativitas Waktu yang Sakaw pada Timeline Buatannya Sendiri

Half time goes by.. Suddenly you’re wise.. Another blink of an eye.. … We’re moving on

 

Mungkin, pernah terpikirkan dalam benak, bahwa 24 jam dalam 1 hari merupakan waktu yang kurang.  Sebegitunya manusia sangat tergantung akan waktu, sehingga banyak rencana-rencana berhasil di dalamnya – kalau tak mau dikatakan gagal, yang juga karena kesalahan penyusunan waktu. Manusia.. Produk relativitas waktu yang sakaw pada timeline buatannya sendiri.

Sembari menyeduh kopi, menyeruputnya perlahan, dengan mendengarkan musik buatan Five For Fighting – 100 Years, tulisan ini dibuat dalam keseloan terbatas. Terbatas akan dinding-dinding waktu yang telah dibuat untuk menjalani hari demi hari dan tertuliskan dengan rapi di google calender, trello, dan banyak aplikasi lain yang ditujukan untuk mengatur sedemikian rupa. Mengatur timeline hidup seseorang, baik jangka panjang, maupun jangka pendek.

Timeline, merupakan penyebutan singkat bagi representasi kronologis peristiwa yang didasarkan pada satuan waktu itu sendiri. Timeline sengaja dibuat, atau diciptakan oleh manusia untuk achiving something. Believe it or not, there are tons of dream in it. Dalam timeline kita mulai membagi prioritas, mana yang penting, mana yang tidak, mana yang harus dipikirkan secara mendalam, mana yang bisa dikesampingkan, mana yang akan diraih, dan mana yang akan ditinggalkan.

Secara subjektif, garis waktu membuat orang tergesa-gesa, apalagi bagi orang-orang yang hidupnya sangat tersturktur dan tidak mau sedikitpun waktunya terbuang percuma.  Karena tidak ada yang sempurna, membuang satu mimpi untuk mendapat mimpi yang lain dalam satu rentang waktu menjadi hal yang biasa. Itu perkara, perkara yang biasa didapati dalam sebuah timeline yang disusun hingga detail-detail kehidupan yang kecil jarang diperhatikan. Mungkin detail kecil itu yang membuat bahagia, atau mungkin mimpi kecil yang dikesampingkan tadi merupakan asa penghapus dahaga sebenarnya. Mungkin.. Karena ‘mungkin’ adalah produk relatifitas waktu untuk membuat semua berjalan terkesan baik-baik saja.

— Half time goes by.. Suddenly you’re wise.. Another blink of an eye.. … We’re moving on –

Begitu kata Ondrasik, lulusan UCLA jurusan matematika yang banting stir menjadi penyanyi one hit wonder dan terkenal di era tahun 2000an. Menyadari akan kurangnya waktu untuk menuliskan tulisan ini, dan sembari terus mengulang lagu 100 Years ditelinga, menyetujui dan jatuh cinta dengan lirik lagu ini tidak cukup sulit. Dinding-dinding waktu yang tertulis, dan terjadwal dalam diri, seakan menegaskan bahwa,”kenapa sih lo keburu-buru? Apa yang lo cari? Apa yang lo incer?” And just in another blink of an eye, suddenly your 28 now. Pola pikir tidak secepat dengan perubahan waktu di sekitar, dan tanpa sadar, kamu diberi tanggung jawab lebih, dalam rutinitas yang terus berulang secara statis.

Bosan? Iya.. Berhenti? Tidak..

 

Mayday Parade – Three Cheers For Five Years : Review Lagu Dengan Pola Pikir yang Setidaknya Sudah Waras

"And I will always remember you as 
you are right now to me
And I will always remember you now,
remember you now"

Pikiran seseorang dapat dikatakan selalu mendapat drive dari lingkungan sekitar. Kenapa? Manusia itu zoon politicon, manusia adalah konstruksi sosial, manusia tidak dapat lepas dari lingkup sosialnya. Karena pola pemikiran diatas, maka, hal-hal yang tertulis disini bersifat relatif, dari konstruksi dan lingkup sosial mana tulisan ini ditulis dan nantinya akan dicerna. Sesimple seperti melihat dari isi tulisan yang sok dalem ini, menganggap bahwa penulis melodramatic, atau bahkan menganggap bahwa penulis adalah orang yang sok pintar. Semua diterima, karena, you are what you consume.

Beruntung sekali Mayday Parade tergabung dalam album Punk Goes Accoustic 2. Three Cheers for Five Years ada di track 10, disandingkan dengan beberapa lagu lain dari band-band sekelas Alesana, +44, The All-American Reject. Beruntung karena aransemen musik lagu tersebut jauh lebih baik daripada rilisan aslinya yang diangkat oleh Fearless Record. Setidaknya, pemikiran tersebut dilandasi dari ketersambungan makna lirik, dengan pilihan komposisi aransemen lagu, seakan lebih click. Lebih click lagi bagi orang-orang yang mengalami social anxiety yang tinggi, atau baru-baru saja merelakan hubungan yang sudah terjalin lama harus berakhir.

Merelakan hubungan, atau selesai memupuk impian yang tak berbuah jadi alasan awal pertemuan dengan lagu ini.

“Jal koe ngrungokne lagu Mayday Parade – Three Cheers for Five years, rasane mesti pengen mangan sego koyor. Imbuh!” (Coba kamu dengarkan lagu Mayday Parade – Three Cheers for Five Years, rasanya pasti pengen makan nasi lemak. Tambah lagi!)

Begitu kiranya kata-kata yang terucap. Walaupun saran ini masih belum jelas, untuk pain relief atau justru menambah rasa sakitnya.

Lantas, drive apa yang membuat lagu ini pantas untuk direview? Kenapa harus repot untuk dituliskan, dan menyumbangkan pikiran terhadap hal-hal yang mengingatkan pada masa pertanyaan-pertanyaan menuntut jawab. Drive paling pas, adalah rasa bertanggung jawab atas ketidakwarasan dan hal-hal yang terkandung didalamnya. Mencoba merekonstruksinya dengan pikiran yang mungkin sudah sehat dan mampu diajak berdialog dengan kaki konstruksi yang kokoh.

Frank Ocean pernah ngomong, “When you’re happy, you enjoy the music. But when you’re sad, you understand the lyrics.“ Dalam tulisan ini, omongan itu menjadi hal yang kontradiktif. Liriknya tidak begitu mewakili perasaan saat itu sebenarnya, karena memang masalah utama dalam layunya hubungan tidak seperti yang diceritakan dalam lirik tersebut. Namun, musik ini didengarkan berulang, hampir setiap hari, karena komposisi musiknya yang simple. Cukup untuk mewakili keinginan berteriak dalam keadaan yang sungguh.. ambyar. Coba bayangkan, musik dengan dasar 1 instrument, yaitu grand piano, yang biasanya digunakan untuk menyanyikan lagu-lagu anggun, diisi dengan paduan pecahan suara vocal 1 dan 2 yang saling bersautan, dan dibeberapa kesempatan, berteriak.

It was like something soft inside, trying to explode, expelling a thousand questions. Begitu kiranya kalau harus menggambarkan apa yang dirasakan ketika mendengarkan lagu itu, pada saat itu, dengan konstruksi pikiran yang terbangun dari hal-hal sosial disekitarnya. Tolong, jangan buat tulisan ini menjadi berat, dan menganalisisnya dengan teori-teori music semiology Kofi Agawu.

Jika lirik lagu ini ditelaah lebih dalam, anggapan paling muka yang tercipta adalah, penulis lirik mencoba membuatnya tertata, mulai dari awal perpisahan, sampai ketidakmampuan laki-laki yang ditinggalkan untuk kembali mencintai si perempuan, yang telah selingkuh, dan mengakuinya di anniversary ke 5. Sang lelaki yakin bahwa semuanya sudah terlambat, dan dirinya terlanjur tinggal dalam kesepian, walaupun ada bagian dirinya yang masih berharap, dalam rentang waktu tertentu perempuan itu akan kembali lagi padanya, dan cerita kembali berulang seperti yang diusahakan sebelumnya.

Hanya saja, semua sudah tertutup. Tangisan sang perempuan untuk meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan pada laki-laki tersebut, hanya dibalas dengan harapan, agar perempuan tersebut mengerti, bahwa perasaannya telah terpecah dan tidak mungkin dapat dikembalikan seperti semula. Bahkan, ketika dirinya meninggalpun, perempuan tersebut bukanlah perempuan yang dia kenal sebelumnya.

Terlepas dari konteks alasan yang berbeda mengenai apa yang menyebabkan terjadinya perpisahan, lagu ini mendukung bahwa, manusia akan terus berkembang mengikuti lingkup sosial, yang mengkonstruksi manusia tersebut menjadi satu kesatuan utuh manusia, hingga suatu saat apabila dipertemukan kembali manusia tersebut telah upgrade atau bahkan downgrade.

Apapun alasan untuk berpisah, alasan kamu memilih teman setelah perpisahan, alasan kamu nongkrong dimana setelah perpisahan, alasan kamu mendengarkan lagu, makan, cara bekerja, berpakaian dll, yang mungkin pada saat itu dikaitkan dengan hal-hal yang dapat membuat kamu melupakan kesedihan, kedepannya akan membentuk kamu menjadi pribadi yang berbeda. Sehingga ekspektasi-ekspektasi untuk bersama kembali setelah rentang waktu tertentu harus menuang konsekuensi ketidaknyamanan didalamnya. Jangan kaget, apabila bertemu dengan orang yang pernah kita cintai sebelumnya, sekarang sudah berubah jauh dari ketika masih saling menjalin hubungan. Hal baik dan buruk yang dulu ada, mungkin tetap bahkan bertambah.

Yang perlu dipahami, apabila berintrospeksi lebih dalam lagi dari Three Cheers for Five Years ini adalah, kalian tidak sesuai dengan standard yang diinginkan sebagai pacar mereka. Either your too bad, or too good for themAnd if they came back to you, with all the bullshit that come through their mouth, you just ain’t good enough. They still have a picture about how, and even worse who they really wanted to be in their arms. And if you are the one, why that you two needs to broke up? Just ask your self, is it really your true love, or its just a bounce! Or maybe they correct, your the best. But, did they good enough?

“……yang saya percayai adalah saya sudah mencoba memberikan yang terbaik, disetiap kesempatan yang telah diberikan kepada saya ketika saya masih memiliki dia. Masalah saya menjadi yang terbaik atau bukan, itu bukan perkara.”

bawah

Mayday Parade

Teh Hangat : Awas terinfeksi Earworm!

"Pernah kau bertanya arah tujuan ku saat mulai mengasihi mu
kujawab dengan janji2 tuk menjadi kekasih yang terakhir mu"

Teh Anget – Paksiraras

Song :

Kenapa Teh Anget? Kenapa gak kopi atau jahe anget? Sesimple itu pertanyaan yang keluar dari kepala. Bukan sok dalem atau gimana, tapi, mungkin mas Paksi menganalogikan Teh Anget tersebut adalah dirinya, yang mampu memberikan kehangatan bagi senja menuju malam yang berkawan dan menawarkan dingin.

Teh, yang wangi, sedikit getir tak sepahit dan sekecut kopi ini berhenti pada senja, bercakap-cakap, memeluk, dan merawatnya. Terasa teh ini sungguh mencintai senja, hingga mau menurunkan egonya untuk mau diomeli dan dimarahi ketika dia gagal memahami keinginan senja. Terus selalu mencoba menghangatkan dinginnya senja dengan rayuan, lawakan, acting konyol gila, hanya untuk menghibur dan membuat senja kembali hangat.

Ini Gila! Terpikir apa yang dilakukan senja untuk hidangan utamanya setiap hari? Di siang hari, ‘hawa’ senja mampu mendinginkan pikiran yang tergodok panasnya hari. Senja yang silir, menentramkan hati dan menenangkan ujung-ujung jari kaki yang mungkin lelah dalam melangkah.

Teh dan senja, paduan pas.

Ehh tapi, jangan-jangan tulisan di atas hanya pikiran sok dalem atau gotak gatuk tok? Maafkan bila terasa sok menggurui.

Secara tak sengaja, lagu ini diperkenalkan oleh kawan yang sedang menggarap podcast dengan bintang tamu sang pelantun lagu. Sejak saat itu, lagu ini masuk dalam playlist pengantar tidur, atau teman bekerja dikala sore. Padahal lagu ini sudah dirilis 5 tahun lalu dan bisa jadi playlist garuk-garuk tanah waktu mellowdramatic menguasai jiwa.

Jahat sekali efek lagu ini, earworm! Melekat, memaksa untuk didengar terus menerus. Ada beberapa penjelasan logis, kenapa lagu ini bisa menjadi earworm bagi siapapun yang mendengarkannya.  Genre Jazz yang dipilih masih easy listening, bukan jazz yang terkesan ingin menonjolkan skill dari player dalam bandnya. Pembangunan ruang dalam musik ini, nampaknya menggunakan jenis reverb medium hall diberi sedikit delay, cukup untuk memberi kesan bahwa lagu ini merupakan pikiran yang mendalam bagi pencipta dan pelantun lagu ini. Keberadaan backing vocal dengan pecahan suaranya yang memberi penekanan pada beberapa bagian lirik yang penting, ritme apik yang dibuat oleh instrument bass, tapi tidak diboosting hingga overheard, dan warna keseluruhan dari lagu yang terkesan hangat, yang menonjolkan vocal tampil di depan dari semua instrument membalut lagu ini menjadi satu kesatuan utuh untuk dapat dinikmati bersama dengan kehangatan teh, di waktu senja menjemput malam.

Liriknya kuat banget, saking kuatnya bisa kembali mengingatkan perjuangan-perjuangan dalam menggapai senja masing-masing orang yang mendengarkan. Membawa hangat bagi memori-memori yang coba dilunturkan dengan berpuluh tegukan minuman keras yang harusnya bekerja untuk mendinginkan.

Kembali membawa ingatan ketika, kau bertanya arah tujuan ku saat mulai mengasihi mu. Kujawab dengan janji2 tuk menjadi kekasih yang terakhir mu. 

Janji yang luput untuk ditepati, seperti janji untuk meminum teh bersama di hari ini

maxresdefault

Paksi Raras Alit On Stage