Untuk Kedua Temanku yang Tak Berbahagia

Selamat malam Tom & Kal,

Aku berharap kalian memiliki hubungan yang baik setelah memutuskan pergi dari kaokasoa. Bukan.. Bukan karena bar ku jadi lebih sepi dari biasanya. Faktanya, aku memiliki satu pengunjung yang terus meracau sendirian, dan setiap hari terus kembali ke bar ku lebih dari 3 minggu setelah kalian pergi dari kaokasoa. Aku hanya tak ingin mendengar kabar dari portal berita di Internet, bahwa salah satu dari kalian (kemungkin besar Kal) meringkuk dalam penjara, dan satunya lagi berada di rumah sakit karna dihajar kemaluannya.

Mengapa seperti ini? Aku sangat mengenal Tom yang keras kepala, dan teguh akan pendiriannya. Dia orang yang sangat eksentrik, orang yang terbentuk dari latar belakang sosialnya; apa yang dia dengarkan, apa yang dia tonton, dan ya.. masalah keluarganya. Pun begitu dia adalah orang yang sangat lembut. Charlie Parker (shit.. aku tak tau kenapa kau menamakan kucing gemuk dengan nama sekeren itu!) masih sering bermain ke bar ku, dan aku selalu melarangnya untuk mendekati muntahan orang. Anggap saja aku ayah baptisnya, setelah ayahnya meninggalkannya pergi tanpa mengabarkan kemana.

Ayah Baptis, hahahaha.. aku hanya tak mau dipanggil Pendeta oleh Kal.

Aku tau Tom, kau pasti akan menyuruh Kal membaca tulisan ini, jadi..

Haii.. Apa kabar Kal?
Kurasa kau tak lagi keberatan membawa tas besar itu, karna kini dibantu oleh Tom.
Kau tau, pertama kali aku melihatmu, kau begitu mabuk dan ‘gelap’ seperti karakter utama perempuan dalam buku Arapaima, dan Allysa dalam Serial The End of Fucking World. Bedanya, Allysa karakter yang cueknya kelebihan batas, sedangkan kamu, yang ku tau, kamu cuma berusaha untuk cuek, atas kejadian-kejadian yang menimpa kamu. Semoga cuekmu ini, tak membuatmu berhenti untuk menghubungi Diana, aku yakin Ketty Perry masih membutuhkan kabarmu.

Oh Kal, kamu sangat beruntung bertemu dengan Tom. Sepengetahuanku, Tom orang yang sangat lembut. Perilaku tak manisnya hanya ketika menghajar muka ayahnya, dan mabuk lem di belakang rumah. Ya semua orang pernah muda.

Tapi yang kurasa, Tom jauh lebih beruntung ketika bertemu denganmu. Dia membutuhkan karakter orang yang gamblang, berbicara secara lugas di depan muka nya. Tom memang orang yang saklek, sehingga negosiasi di depan menjadi suatu kewajiban.

Sudah ya, cukup basa basinya.

Cerita kalian bagus, aku yang tak terlalu mengikuti perjalanannya pun dengan cepat akan sadar bahwa, setidaknya kalian menghidupkan sebatang korek kayu bagi hidup kalian masing-masing dengan saling berdampingan — karna bila dikatakan berpasangan akan sangat usang. Ingat Tom kau umur berapa?

Diluar dari cerita kalian itu, aku hanya menemukan sedikit kejanggalan bahwa rasa percaya bisa dipupuk sebegitu cepat. Ingat, bahkan kalian belum mengenal satu sama lain dengan baik, drive untuk tinggal bersama dan meninggalkan kota ini akan jauh lebih baik bila didasarkan pada pemikiran-pemikiran rasional seperti yang biasa dilakukan oleh Tom. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Kal, bukan berarti aku tidak percaya padamu, tapi kamu sungguh misteri bagi ku.

Ingat, kalian orang yang sama-sama dihajar kehidupan sampai babak belur hingga kalian menemukan satu sama lain. Apakah itu bukan perasaan bahagia? Tom, kau selalu berbicara bahwa “Tidak ada yang namanya Bahagia”, apakah itu benar sekarang? Karna menurutku kau hanya lupa akan bahagia. Wajar, Bahagia itu perasaan yang paling mudah dilupa, sisanya hampa.. kalau tak mau dibilang sedih.

Setidaknya, aku berharap bahwa cerita kalian ini bisa terus membawa banyak cerita lain kedepannya. Entah nanti akan sedih, kelam, gelap, atau bahkan ceria dan bahagia.

Semoga perjalan kalian berdua menyenangkan.

Cheers! (for Free)

Anto Boco

 

PS : Aku menulis ini sambil mendengarkan lagu menye dari Nosstress, yang berjudul ‘Semoga, Ya’. Lagu ini cukup untuk menutup perpindahan kalian dari Kaokasoa yang penuh dengan pertanyaan.

 

Mereka-yang-Tidak-Berbahagia

 

 

 

Five For Fighting ; Produk Relativitas Waktu yang Sakaw pada Timeline Buatannya Sendiri

Half time goes by.. Suddenly you’re wise.. Another blink of an eye.. … We’re moving on

 

Mungkin, pernah terpikirkan dalam benak, bahwa 24 jam dalam 1 hari merupakan waktu yang kurang.  Sebegitunya manusia sangat tergantung akan waktu, sehingga banyak rencana-rencana berhasil di dalamnya – kalau tak mau dikatakan gagal, yang juga karena kesalahan penyusunan waktu. Manusia.. Produk relativitas waktu yang sakaw pada timeline buatannya sendiri.

Sembari menyeduh kopi, menyeruputnya perlahan, dengan mendengarkan musik buatan Five For Fighting – 100 Years, tulisan ini dibuat dalam keseloan terbatas. Terbatas akan dinding-dinding waktu yang telah dibuat untuk menjalani hari demi hari dan tertuliskan dengan rapi di google calender, trello, dan banyak aplikasi lain yang ditujukan untuk mengatur sedemikian rupa. Mengatur timeline hidup seseorang, baik jangka panjang, maupun jangka pendek.

Timeline, merupakan penyebutan singkat bagi representasi kronologis peristiwa yang didasarkan pada satuan waktu itu sendiri. Timeline sengaja dibuat, atau diciptakan oleh manusia untuk achiving something. Believe it or not, there are tons of dream in it. Dalam timeline kita mulai membagi prioritas, mana yang penting, mana yang tidak, mana yang harus dipikirkan secara mendalam, mana yang bisa dikesampingkan, mana yang akan diraih, dan mana yang akan ditinggalkan.

Secara subjektif, garis waktu membuat orang tergesa-gesa, apalagi bagi orang-orang yang hidupnya sangat tersturktur dan tidak mau sedikitpun waktunya terbuang percuma.  Karena tidak ada yang sempurna, membuang satu mimpi untuk mendapat mimpi yang lain dalam satu rentang waktu menjadi hal yang biasa. Itu perkara, perkara yang biasa didapati dalam sebuah timeline yang disusun hingga detail-detail kehidupan yang kecil jarang diperhatikan. Mungkin detail kecil itu yang membuat bahagia, atau mungkin mimpi kecil yang dikesampingkan tadi merupakan asa penghapus dahaga sebenarnya. Mungkin.. Karena ‘mungkin’ adalah produk relatifitas waktu untuk membuat semua berjalan terkesan baik-baik saja.

— Half time goes by.. Suddenly you’re wise.. Another blink of an eye.. … We’re moving on –

Begitu kata Ondrasik, lulusan UCLA jurusan matematika yang banting stir menjadi penyanyi one hit wonder dan terkenal di era tahun 2000an. Menyadari akan kurangnya waktu untuk menuliskan tulisan ini, dan sembari terus mengulang lagu 100 Years ditelinga, menyetujui dan jatuh cinta dengan lirik lagu ini tidak cukup sulit. Dinding-dinding waktu yang tertulis, dan terjadwal dalam diri, seakan menegaskan bahwa,”kenapa sih lo keburu-buru? Apa yang lo cari? Apa yang lo incer?” And just in another blink of an eye, suddenly your 28 now. Pola pikir tidak secepat dengan perubahan waktu di sekitar, dan tanpa sadar, kamu diberi tanggung jawab lebih, dalam rutinitas yang terus berulang secara statis.

Bosan? Iya.. Berhenti? Tidak..

 

Mayday Parade – Three Cheers For Five Years : Review Lagu Dengan Pola Pikir yang Setidaknya Sudah Waras

"And I will always remember you as 
you are right now to me
And I will always remember you now,
remember you now"

Pikiran seseorang dapat dikatakan selalu mendapat drive dari lingkungan sekitar. Kenapa? Manusia itu zoon politicon, manusia adalah konstruksi sosial, manusia tidak dapat lepas dari lingkup sosialnya. Karena pola pemikiran diatas, maka, hal-hal yang tertulis disini bersifat relatif, dari konstruksi dan lingkup sosial mana tulisan ini ditulis dan nantinya akan dicerna. Sesimple seperti melihat dari isi tulisan yang sok dalem ini, menganggap bahwa penulis melodramatic, atau bahkan menganggap bahwa penulis adalah orang yang sok pintar. Semua diterima, karena, you are what you consume.

Beruntung sekali Mayday Parade tergabung dalam album Punk Goes Accoustic 2. Three Cheers for Five Years ada di track 10, disandingkan dengan beberapa lagu lain dari band-band sekelas Alesana, +44, The All-American Reject. Beruntung karena aransemen musik lagu tersebut jauh lebih baik daripada rilisan aslinya yang diangkat oleh Fearless Record. Setidaknya, pemikiran tersebut dilandasi dari ketersambungan makna lirik, dengan pilihan komposisi aransemen lagu, seakan lebih click. Lebih click lagi bagi orang-orang yang mengalami social anxiety yang tinggi, atau baru-baru saja merelakan hubungan yang sudah terjalin lama harus berakhir.

Merelakan hubungan, atau selesai memupuk impian yang tak berbuah jadi alasan awal pertemuan dengan lagu ini.

“Jal koe ngrungokne lagu Mayday Parade – Three Cheers for Five years, rasane mesti pengen mangan sego koyor. Imbuh!” (Coba kamu dengarkan lagu Mayday Parade – Three Cheers for Five Years, rasanya pasti pengen makan nasi lemak. Tambah lagi!)

Begitu kiranya kata-kata yang terucap. Walaupun saran ini masih belum jelas, untuk pain relief atau justru menambah rasa sakitnya.

Lantas, drive apa yang membuat lagu ini pantas untuk direview? Kenapa harus repot untuk dituliskan, dan menyumbangkan pikiran terhadap hal-hal yang mengingatkan pada masa pertanyaan-pertanyaan menuntut jawab. Drive paling pas, adalah rasa bertanggung jawab atas ketidakwarasan dan hal-hal yang terkandung didalamnya. Mencoba merekonstruksinya dengan pikiran yang mungkin sudah sehat dan mampu diajak berdialog dengan kaki konstruksi yang kokoh.

Frank Ocean pernah ngomong, “When you’re happy, you enjoy the music. But when you’re sad, you understand the lyrics.“ Dalam tulisan ini, omongan itu menjadi hal yang kontradiktif. Liriknya tidak begitu mewakili perasaan saat itu sebenarnya, karena memang masalah utama dalam layunya hubungan tidak seperti yang diceritakan dalam lirik tersebut. Namun, musik ini didengarkan berulang, hampir setiap hari, karena komposisi musiknya yang simple. Cukup untuk mewakili keinginan berteriak dalam keadaan yang sungguh.. ambyar. Coba bayangkan, musik dengan dasar 1 instrument, yaitu grand piano, yang biasanya digunakan untuk menyanyikan lagu-lagu anggun, diisi dengan paduan pecahan suara vocal 1 dan 2 yang saling bersautan, dan dibeberapa kesempatan, berteriak.

It was like something soft inside, trying to explode, expelling a thousand questions. Begitu kiranya kalau harus menggambarkan apa yang dirasakan ketika mendengarkan lagu itu, pada saat itu, dengan konstruksi pikiran yang terbangun dari hal-hal sosial disekitarnya. Tolong, jangan buat tulisan ini menjadi berat, dan menganalisisnya dengan teori-teori music semiology Kofi Agawu.

Jika lirik lagu ini ditelaah lebih dalam, anggapan paling muka yang tercipta adalah, penulis lirik mencoba membuatnya tertata, mulai dari awal perpisahan, sampai ketidakmampuan laki-laki yang ditinggalkan untuk kembali mencintai si perempuan, yang telah selingkuh, dan mengakuinya di anniversary ke 5. Sang lelaki yakin bahwa semuanya sudah terlambat, dan dirinya terlanjur tinggal dalam kesepian, walaupun ada bagian dirinya yang masih berharap, dalam rentang waktu tertentu perempuan itu akan kembali lagi padanya, dan cerita kembali berulang seperti yang diusahakan sebelumnya.

Hanya saja, semua sudah tertutup. Tangisan sang perempuan untuk meminta maaf atas apa yang sudah dilakukan pada laki-laki tersebut, hanya dibalas dengan harapan, agar perempuan tersebut mengerti, bahwa perasaannya telah terpecah dan tidak mungkin dapat dikembalikan seperti semula. Bahkan, ketika dirinya meninggalpun, perempuan tersebut bukanlah perempuan yang dia kenal sebelumnya.

Terlepas dari konteks alasan yang berbeda mengenai apa yang menyebabkan terjadinya perpisahan, lagu ini mendukung bahwa, manusia akan terus berkembang mengikuti lingkup sosial, yang mengkonstruksi manusia tersebut menjadi satu kesatuan utuh manusia, hingga suatu saat apabila dipertemukan kembali manusia tersebut telah upgrade atau bahkan downgrade.

Apapun alasan untuk berpisah, alasan kamu memilih teman setelah perpisahan, alasan kamu nongkrong dimana setelah perpisahan, alasan kamu mendengarkan lagu, makan, cara bekerja, berpakaian dll, yang mungkin pada saat itu dikaitkan dengan hal-hal yang dapat membuat kamu melupakan kesedihan, kedepannya akan membentuk kamu menjadi pribadi yang berbeda. Sehingga ekspektasi-ekspektasi untuk bersama kembali setelah rentang waktu tertentu harus menuang konsekuensi ketidaknyamanan didalamnya. Jangan kaget, apabila bertemu dengan orang yang pernah kita cintai sebelumnya, sekarang sudah berubah jauh dari ketika masih saling menjalin hubungan. Hal baik dan buruk yang dulu ada, mungkin tetap bahkan bertambah.

Yang perlu dipahami, apabila berintrospeksi lebih dalam lagi dari Three Cheers for Five Years ini adalah, kalian tidak sesuai dengan standard yang diinginkan sebagai pacar mereka. Either your too bad, or too good for themAnd if they came back to you, with all the bullshit that come through their mouth, you just ain’t good enough. They still have a picture about how, and even worse who they really wanted to be in their arms. And if you are the one, why that you two needs to broke up? Just ask your self, is it really your true love, or its just a bounce! Or maybe they correct, your the best. But, did they good enough?

“……yang saya percayai adalah saya sudah mencoba memberikan yang terbaik, disetiap kesempatan yang telah diberikan kepada saya ketika saya masih memiliki dia. Masalah saya menjadi yang terbaik atau bukan, itu bukan perkara.”

bawah

Mayday Parade

Elise Trouw : That’s What I Feel When I Feel About Loving Again.

Elise Trouw : Awake (Piano Version)

"Am I awake at all? Do I wake up just to fall?
Am I still here when I'm gone? Am I awake at all?"

Do I really care about my self?

Or I just pretending like i care about it.

Am I ready being dropped again?

Or drop is just the way to slap me in the eye, that can made me awake.

Do I really care about your self?

Or I just pretending that I care about you?

Am I ready to made you fall again?

Or made you fall is just a way to slap you in your eye, trying to make you wake

I think I know your secret

You fall in love with someone, not with me

You came back to me, just because your save with me

Just because you think your not save with other

But Still You Aren’t Fall In Love With Me

Do you think you know my secret?

Do you think that i fall in love with someone, not with you?

Do you think that I come back to you, just because i ain’t save?

Just because I think i ain’t save?

Am I Fall In Love With You?

I ain’t looking good at all

I ain’t your type

But you said that only me that can made you to become a better person

Or you just lie about it?

Your not looking good at all

Your not my type

but i ever said that only you can make me to be a better person

I said it several time, i’m not sure if i’m lying about it or not.

 

With all of my respect, please leave me alone, again

Leave me when you’ve done playing with me, again

I feel like rejected, and i prepared my self to being dropped, again

Am I stupid? Why did I do that, again?

With all of my respect, please wait for me

Please wait until i’m done playing with your self

You need to prepared your self of being dropped, again, because, ill leave you

Are you stupid? Why did you do that, again?

Am I awake at all?

Do I wake up just to fall?

Am I still here when i’m gone?

Am I awake at all?

Am I awake at all?

Do I wake up just to fall?

Will we ever even know?

Are we awake at all?

 

1

Elise Trouw

Teh Hangat : Awas terinfeksi Earworm!

"Pernah kau bertanya arah tujuan ku saat mulai mengasihi mu
kujawab dengan janji2 tuk menjadi kekasih yang terakhir mu"

Teh Anget – Paksiraras

Song :

Kenapa Teh Anget? Kenapa gak kopi atau jahe anget? Sesimple itu pertanyaan yang keluar dari kepala. Bukan sok dalem atau gimana, tapi, mungkin mas Paksi menganalogikan Teh Anget tersebut adalah dirinya, yang mampu memberikan kehangatan bagi senja menuju malam yang berkawan dan menawarkan dingin.

Teh, yang wangi, sedikit getir tak sepahit dan sekecut kopi ini berhenti pada senja, bercakap-cakap, memeluk, dan merawatnya. Terasa teh ini sungguh mencintai senja, hingga mau menurunkan egonya untuk mau diomeli dan dimarahi ketika dia gagal memahami keinginan senja. Terus selalu mencoba menghangatkan dinginnya senja dengan rayuan, lawakan, acting konyol gila, hanya untuk menghibur dan membuat senja kembali hangat.

Ini Gila! Terpikir apa yang dilakukan senja untuk hidangan utamanya setiap hari? Di siang hari, ‘hawa’ senja mampu mendinginkan pikiran yang tergodok panasnya hari. Senja yang silir, menentramkan hati dan menenangkan ujung-ujung jari kaki yang mungkin lelah dalam melangkah.

Teh dan senja, paduan pas.

Ehh tapi, jangan-jangan tulisan di atas hanya pikiran sok dalem atau gotak gatuk tok? Maafkan bila terasa sok menggurui.

Secara tak sengaja, lagu ini diperkenalkan oleh kawan yang sedang menggarap podcast dengan bintang tamu sang pelantun lagu. Sejak saat itu, lagu ini masuk dalam playlist pengantar tidur, atau teman bekerja dikala sore. Padahal lagu ini sudah dirilis 5 tahun lalu dan bisa jadi playlist garuk-garuk tanah waktu mellowdramatic menguasai jiwa.

Jahat sekali efek lagu ini, earworm! Melekat, memaksa untuk didengar terus menerus. Ada beberapa penjelasan logis, kenapa lagu ini bisa menjadi earworm bagi siapapun yang mendengarkannya.  Genre Jazz yang dipilih masih easy listening, bukan jazz yang terkesan ingin menonjolkan skill dari player dalam bandnya. Pembangunan ruang dalam musik ini, nampaknya menggunakan jenis reverb medium hall diberi sedikit delay, cukup untuk memberi kesan bahwa lagu ini merupakan pikiran yang mendalam bagi pencipta dan pelantun lagu ini. Keberadaan backing vocal dengan pecahan suaranya yang memberi penekanan pada beberapa bagian lirik yang penting, ritme apik yang dibuat oleh instrument bass, tapi tidak diboosting hingga overheard, dan warna keseluruhan dari lagu yang terkesan hangat, yang menonjolkan vocal tampil di depan dari semua instrument membalut lagu ini menjadi satu kesatuan utuh untuk dapat dinikmati bersama dengan kehangatan teh, di waktu senja menjemput malam.

Liriknya kuat banget, saking kuatnya bisa kembali mengingatkan perjuangan-perjuangan dalam menggapai senja masing-masing orang yang mendengarkan. Membawa hangat bagi memori-memori yang coba dilunturkan dengan berpuluh tegukan minuman keras yang harusnya bekerja untuk mendinginkan.

Kembali membawa ingatan ketika, kau bertanya arah tujuan ku saat mulai mengasihi mu. Kujawab dengan janji2 tuk menjadi kekasih yang terakhir mu. 

Janji yang luput untuk ditepati, seperti janji untuk meminum teh bersama di hari ini

maxresdefault

Paksi Raras Alit On Stage

‘Bahagia’

Akhir-akhir ini aku enggan pulang, aku sering menghabiskan waktu sendirian di kantor, bahkan aku tidur disana.
Aku coba untuk menyamankan diri atas keputusan-keputusan yang telah aku ambil dalam kehidupan.
Aku coba memaknai semua yang telah aku lakukan dalam hidup.

Semua..

Setiap detil kecil coba aku ingat.
Hingga berujung pada sebuah pertanyaan mendasar buatku..

Apa itu Bahagia?

Placeholder Image

Sebentar..
Coba aku jelaskan.. Kenapa aku berusaha mencari arti bahagia?
Aku mencoba mencarinya, karena aku rasa aku pernah hidup dalam “Bahagia” yang semu. Konsep apa lagi itu?

 

Menurutku, bahagia semu adalah sebuah perasaan yang aku anggap ‘Bahagia’, dan dalam kehidupan kedepannya rasa bahagia yang telah melewati berbagai kontemplasi ini, mengalami perubahan makna. Dari apa yang aku maknai sebagai bahagia, berubah menjadi biasa saja.

Setiap detil kecil coba aku ingat,

dan benar, aku coba mengingat itu, aku coba mengingat apa saja yang telah aku anggap bahagia, dan kembali aku pertanyakan apa benar itu bahagia, terus aku coba mempertanyakannya hingga buntu.
Bukan sok filosofis yang coba terus-terusan mempertanyakan sesuatu hingga mendapat arti yang
hakiki. Aku cuma ingin tau, dan ketika aku sudah tau aku rasa aku akan puas untuk itu, dan bisa berada dalam track yang benar dalam menangani rasa “bahagia”.
Dikit-dikit lah aku coba lihat dari orang terdekat. Mencoba melihat apa yang mereka lakukan, dan apa yang membuat mereka terlihat “bahagia”– Aku masih coba meraba konsep ini.
Banyak yang bilang kalau bahagia terlihat dari cara mereka tertawa.

 

Benarkah?
Mungkin aku orang yang terlalu skeptis, atau kritis. Yaa.. Aku dididik untuk berpikir seperti ini.
Cara mereka tertawa? Yang seperti apa?
Aku banyak kenal dengan orang yang sangat profesional. Misalnya, seorang teman yang berprofesi sebagai frontman sebuah komunitas musik. Dia memiliki banyak hutang (desas desusnya), tapi dia sangat mampu untuk tertawa, dan sangat mampu untuk membuat orang lain tertawa dengan ketidakjelasannya.

 

Sebentar..
Apa memiliki banyak hutang bisa membuat orang tidak “bahagia”?
Selain dia, aku juga mengenal seorang teman yang sudah berkeluarga dan beranak dua. Dia selalu tertawa ketika mengendong anak keduanya, atau mengajak nonton anak pertamanya. Dia orang yang sangat ramah dengan orang, sangat mudah berkomunikasi, dan sangat mudah untuk tidak berjarak dengan orang yang baru dia temui. Mudah tertawa bagi orang lain, dan kadang juga mudah menertawakan orang lain.

 

Sebentar..
Lantas apa dia bahagia? Aku tidak pernah mempertanyakan secara langsung padanya, yang ada aku pasti akan malu.
Ya.. Mungkin Observasiku banal sehingga aku memerlukan tamparan dari seseorang untuk mengerti bahwa bahagia itu tidak perlu dipikirkan.
Lewat perjumpaanku dengan teman lama disebuah media sosial yang lama tidak digunakan pula, dia mengatakan :

 

“Bahagia nggak usah dipikir, tapi dicari, diciptain. Bukan berati terus semua yg nggak bikin bahagia itu sia-sia, namain aja part itu belajar. ‘O

h, kalo gue gini, gk nyaman dan gk bahagia, ya gue musti cari cara lain.’ 


karena lo berhak bahagia. Semua akibat ada alasan”

 

Tamparan ini tidak menjadi pemberhentianku untuk mencari arti bahagia. Sejatinya obrolan itu hanya sedikit menyadarkan ku bahwa menurutnya, arti bahagia tidak terlalu penting baginya, asalkan dia nyaman, dan dia ‘bahagia’ menurut versinya.
Aku rasa, dalam pengertian bahagianya, aku masih dalam part belajar. Bahagia semu yang semula aku katakan, adalah pelajaran, dan aku adalah guru bagi diriku sendiri. Aku harus bisa mencari cara untuk ‘bahagia’ karena aku berhak untuk ‘bahagia’.
Semua akibat ada alasan, dan ada alasan kenapa aku sekarang masih terus mencari arti bahagia. Alasan yang mungkin terjadi karena perubahan cerita hidup seseorang. Alasan yang mungkin, terjadi karena aku tidak berada di zona nyaman.
Atau jangan-jangan
aku berada dalam zona nyaman, ketika aku berpikir aku tidak berada di zona nyaman?
Sebagai self reminder saja, aku tidak akan berhenti untuk mencari arti bahagia.
Mungkin hingga aku dimakan pikiranku sendiri.
Ya itu konsekuensi.

 

Tapi untuk sementara ini.
Aku coba belajar untuk menempatkan diri seperti kebanyakan orang.
Mencoba menyamankan diri.
Mencoba Tertawa.. atau.. menertawai diri sendiri.

Hanya mampir tuk Mimpi !!

~~ Ku terlelap nan jauh dalam biru Benua
 
Tapak lirih adu keras dengan tanah
Seirama gerak angin bius menghembus debu..
Biru membentang, manjakan mata dengan keindahan alam
Aku sadar, aku berada dalam sebuah Benua

Bangkit! Ku harus Bangkit dan tetap menatap langit
Cengkeram hayal.. Puaskan.. karena kau belum dapat
Cerahkan langit indah dalam benua yang masih kosong.. Menanti sepasang tuk mengisi..
Ruang hayal kini diisi oleh bingkai manis.. Bangkit!

Mengaku tak.. belum sungguh dapat
Diam.. barisan lukisan wajah sedang berotasi.. mengiritasi isi otak yang penuh caci
Dan lagi-lagi..

Bangkit Benua! Bangkit!! Dunia ini kembali berulah!

Teriakan yang ingin kudengar dari bisingnya khalbu yang tak bosan terus berikrar

Lembaran baru.. biru.. haru.. aku mau..
Puaskan hasrat diatas putih pasir yang berdesir
Jelaskan khayal ku ini.. bangkit!!

Bangkit!! Bangkit!!! Apa mu mau dirimu terus Ku usik
Makamu jangan terus mengusik bingkai Benua mukamu dalam kotak impianku.
Jangan berhenti tuk terus mengusik.. Maksudku..

Bukan hanya tapi karena.. kotak impian mu dan ku.. sama!!

The Prep Of Not Everybody Knows!

— Tulisan ini sebenernya dibuat dengan situsi yang sangat selo.. Tanpa ada tendensi dan kepentingan khusus —
Sir Francis Bacon pernah bilang kalo knowledge is power.
Apa yang dimaksudkan dari perkataan dia yang mungkin sebenarnya bagi sebagian orang mudah ditafsirkan.Yaa.. Bagi dia, salah seorang filsuf pertama di era modern yang cukup bosan dengan tekanan-tekanan keagamaan merasa dengan adanya pengetahuan kita mampu menguasai alam. Jadi, dengan adanya pengetahuan kita dapat menguasai alam.
Walaupun mungkin kalo dia masih hidup di era kita sekarang, dia akan menyesal mengeluarkan jargon jagoannya itu, karna sekarang manusia dengan tamak menguasai alam dan mengakibatkan pengrusakan alam yang gila-gilaan. Tapi benang merah apa yang bisa kita ambil dari ucapannya? Knowledge is Power?
Apakah ‘Alam’ akan selalu berhubungan dengan Nature, yang secara banal diidentifikasikan dengan keadaan lingkungan, pohon, laut, udara? Bagaimana dengan alam lain, atau dunia-dunia lain yang menunggu untuk dibahas. Apakah Knowledge is still power there?
Mari kita melihat dunia yang dekat dengan kita.
I am a Sound guy! i say it Proudly!
dan apa yang menjadi kegelisahan saya saat ini adalah banyaknya anak muda yang baru sedikit memiliki pengetahuan tentang sound, namun tanpa sedikit kesadaran dan rasa prihatin terhadap karya yang dibuat, they very brave to take a chance to make some commodity from the sound.
Man.. you kill your self.
Bukan berarti dengan menulis tulisan ini, saya telah memiliki pengetahuan cukup untuk dunia saya. Namun karena saya merasa masih memiliki kekurangan dalam hal pengetahuan di dunia sound, dan melihat hal-hal empiris di lapangan, saya jadi merasa jengah. Khususnya dengan cara mereka memperlakukan sound dengan cara-cara yang tidak baik dan benar.
Pernah dalam suatu kasus saya merasa gagal dalam melakukan treatment sound for film. Noise dimana-mana, suara dialog yang hancur, ambience yang tidak masuk akal, logika suara yang juga sama tidak irasionalnya. Saya sungguh merasa gagal dengan karya itu, dan saya menanggung beban moral — rasa bersalah — karna saya ditahbiskan sebagai sound designer dalam karya itu.
Apa yang membuat saya gagal?
Saya belum memiliki cukup pengetahuan untuk menjadi seorang sound designer. Pada saat itu saya belum mengerti bahwa di dalam penggarapan sebuah film ada beberapa sub department dari department of sound. yaitu sub department Dialog Editing, sub department Sound FX, sub department Mix. Semua saya kerjakan bersama salah seorang teman saya, tanpa pengerjaan yang runtut dan sesuai dengan model kerja profesional, dan dengan modal pengetahuan tentang dunia sound yang cukup dangkal. Hasilnya, saya sangat tidak puas dengan apa yang telah saya kerjakan.
Bagaimana seseorang dapat ditahbiskan menjadi seorang sound designer apabila untuk menghilangkan suara esssshh… (bahasa norak dari sibilance) saja tidak bisa? Untuk mereduksi noise saja masih tidak bisa? dan percayalah, saya mendapati hal itu pada saat saya mengerjakan karya tersebut.
The Main Problem
 
Ada satu permasalahan dalam dunia perfilman kita, baik dunia industri maupun dunia non komersil, yang selalu saja lekat dengan kata-kata pergerakan indie. Permasalahan sama yang secara radikal selalu mengakar dalam otak kita, yaitu anggapan bahwa sound di dalam sebuah film hanyalah sebuah mitos.
Apa yang saya maksudkan disini adalah banyak orang yang menganggap bahwa sound hanyalah sebuah pelengkap dari sebuah kesatuan film secara utuh. Banyak yang masih menganggap bahwa kebutuhan visual dari sebuah film merupakan hal yang paling penting dibandingkan dengan sound. Dan penerapan dilapangannya jauh lebih parah, budget untuk sebuah film lebih diprioritaskan untuk kebutuhan visual dibandingakan dengan kebutuhan sound. Bahkan disebagian kasus, banyak sekali orang yang membuat film dengan direct sound / built in microphone camera. Lantas, dari mana kualitas sound akan didapatkan? inilah bentuk empiris dari penerapan bahwa sound hanyalah sebuah mitos.
Namun apa jadinya film tanpa sebuah harmoni gelombang suara yang proper?
Mungkin kita secara tidak sadar sering terkesima dengan gambar dari sebuah film, siapa yang tidak terkesima dengan perjalanan seseorang mengarungi luar angkasa dalam film Gravity? Siapa juga yang tidak terkesima dengan pertarungan antara robot baik dan robot jahat di atas bumi dalam film Transformer. Tapi apakah kita pernah dengan secara sadar mempertanyakan, apa jadinya film-film hebat tersebut tanpa adanya persiapan sound dengan proper? dan apakah kalian pernah menonton film-film hebat tersebut dengan status mute tercentang dalam player video kalian? Saya rasa tentu saja tidak pernah. Dan apakah kalian masih merasa bahwa film tersebut akan semenarik film yang telah kalian tonton lengkap dengan soundnya?
Untuk itulah, maka kita harus memiliki knowledge yang cukup tentang sound. Dengan penggarapan visual yang baik, dan dengan sound yang proper, kita akan mendapatkan film yang sempurna. Karna sejatinya, visual dalam film adalah senjata bagi pemuas mata kita, sedangkan sound dalam film adalah senjata bagi pembangunan ruang dan pembangunan rasa. Tentu saja dengan hanya mengandalkan kekuatan visual, kita tidak akan menghadirkan rasa kedekatan sebuah film dengan diri kita. Tidak akan mencapai efek afeksi, dan menimbulkan bayangan bahwa film tersebut sebenar-benarnya terjadi dalam lingkungan kita.
Mau sampai kapan kita akan mengesampingkan sound dan hanya menganggap sound dalam film adalah sebuah mitos? Sudah semenjak phytagoras menemukan hukum string pertama, dan dilanjutkan oleh banyak sekali penemu mengenai gelombang. Hingga akhirnya fourier pada tahun 1801 menemukan bahwa sebuah complex wave terdiri dari serangkaian sine wave. Apakah kalian tidak sadar dengan berbagai macam penemuan mengenai gelombang suara ini, adalah bukti hidup bahwa gelombang suara adalah hal yang nyata, bukan hanya sekedar mitos, dan bukan hanya sekedar hal pelengkap tanpa harus diperlakukan secara profesional kehadirannya?
Apakah kalian mengetahui tentang hal ini? dan apakah bagi kalian yang sudah mengetahui tentang hal ini masih menganggap bahwa sound merupakan sebuah mitos? Masih melanjutkan status quo penggarapan sound dengan serampangan, tanpa mengikuti kaidah-kaidah editng sound yang benar. Bayangkan, bila dalam benak kalian masih menganggap sound adalah mitos, seberapa jauh kita telah tertinggal semenjak tahun 1801?
Conclution
Sound is not a mythical thing! Tanpa persiapan yang matang, tanpa pengetahuan yang mendalam tentang alam, khususnya alam sound, bagaimana kita memiliki power yang cukup untuk menguasai alam tersebut? Itulah yang seharusnya dipahami oleh seseorang sebelum dia melangkah lebih jauh dan mendapatkan status yang lebih di alamnya. Bukan hanya sebatas keberanian, bukan hanya sebatas kesukaan. Tapi setiap orang harus memiliki pertanggungjawaban atas kualitas dari hasil karyanya.
Toh.. kalo memang kamu suka dengan dunia sound, anggaplah kamu berpacaran dengannya. Bermula dari PDKT, kamu akan mencoba mengenalnya lebih dalam, you need to know it better. But if you Still dont know about it, dont ever you think youll get it in your life.
Saya masih setuju dengan gagasan dari Sir Francis Bacon. Knowledge is power. tapi yang perlu disadari adalah, jangan pernah puas dengan pengetahuan yang sudah kamu miliki. And you need to Know the preparation before you banging the world with your work!